Adat
Kirim
Dhawuhan
Hanafi Eko Prasetyo
Sejarah Dam Parakan
Dam Parakan dibuat untuk menjawab permasalahan masyarakat pada masa-masa awal kemerdekaan yaitu kemiskinan, busung lapar, kekeringan susah bertanam (hanya panen sekali dalam setahun karena hanya mengandalkan air tadah hujan).
​
Kejadian tersebut disebabkan, karena banyaknya ganguan jatah giliran air dari Bendung Jiringan sungai Gembong dan Bendung Kedungbang sungai Samin yang berada di daerah atas khususnya Desa Ngadiluwih, Kecamatan Matesih, Sehingga jatah air tidak sampai pada sasaran lahan petani Kelurahan Bolong yang berakhir gagalnya panen, akibatnya semakin banyaknya kemiskinan, kurangnya makan, terkena busung lapar, dan banyaknya pengangguran.
​
Pada saat itu, beberapa tokoh desa berkumpul merencanakan pembuatan dam dan disepakati bahwa yang punya tanah luas diminta untuk meminjamkan lahannya untuk ditanami rami dan dijual ke Pabrik karung goni dan hasil penjualanya digunakan untuk pembangunan sedangkan pembangunannya dilakukan secara gotong royong (Pak Sutarso).
​
​
Rapat Rembug Desa
21 Maret 1956
14 September 1960
4 Agustus 1963
21 Oktober 1964
7 Juli 1965
12 Desember 1966
12 Maret 1967
Rembug tentang kesulitan air dan akan merencanakan membuat bendungan sendiri di sebelah selatan Dukuh Tirto dengan biaya gotong royong.
Rembug tentang rencana pembuatan Bendungan di sebelah timur Dukuh Parakan dengan pembiayaan para petani yang mendapat oncoran menyerahkan tanah sawahnya setengah luas Hak Miliknya ( 4000 m2 ) kepada panitia untuk disewakan dan sanggup gotong royong sampai selesai.
Menghasilkan keputusan pembuatan Bendungan Parakan dimulai menggali saluran pada hari Jumat Wage tanggal, 17 Agustus 1963
Pembahasan kelanjutan pembuatan saluran bendungan Parakan.
Rembug tentang melanjutkan penggalian saluran.
Pembahasan Dam Parakan untuk mendapatkan ijin dari Pemerintah.
Meneruskan rencana rembuk desa tanggal, 7 Juli 1965, dengan melanjutkan saluran Bendung Parakan. Petani kenceng yang mendapat oncoran Bendung Parakan menyerahkan tanah sawahnya seluas setengah dari hak miliknya ( 4000 m2 ) kepada panitian untuk disewakan kepada PN Karunggoni I Delanggu.
Rangkaian Acara
Beberapa hari sebelum pelaksanaan Kirim Dawuhan para warga melakukan kerja bakti membersihkan sekitar Dam Parakan, Untuk acaranya sendiri dimulai sekitar pukul tujuh pagi.
Diawali dengan sambutan oleh lurah dan ketua P3A , kemudian dilanjutkan dengan pembacaan sejarah ringkas pembangunan Dam Parakan, lalu ditutup dengan do’a dan makan bersama.
Sebagaimana upacara syukuran atau tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, dalam tradisi Kirim Dawuhan juga terdapat Tumpeng yang dibawa oleh anggota P3A “Paguyuban Petani Pengguna Air” dan masyarakat membawa “nasi golong” Tujuan pergelaran tradisi ini selain untuk mengucapkan rasa syukur atas karunia berupa sumber air yang melimpah juga digunakan sebagai sarana untuk mempererat persaudaraan masyarakat sekitar.
Tradisi Kirim Dawuhan merupakan upacara yang diturunkan oleh leluhur yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan sumber mata air.